
Membangun Pendidikan dengan Keteladanan Akhlak: Refleksi Hari Kebangkitan Nasional 2025
Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi menjadi momen penting untuk menyalakan kembali semangat perjuangan bangsa di era yang terus berubah. Tahun 2025 ini, peringatan Hari Kebangkitan Nasional memberi ruang refleksi tentang arah dan wajah pendidikan kita: sudahkah pendidikan benar-benar membentuk manusia Indonesia yang berilmu sekaligus berakhlak?
Di tengah derasnya modernisasi dan kemajuan teknologi, pendidikan sering kali lebih menekankan aspek kognitif, capaian nilai, dan prestasi akademik. Namun, sejatinya kebangkitan suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual semata, melainkan juga oleh kekuatan moral dan keteladanan akhlak generasinya. Sejarah bangsa membuktikan bahwa para pendiri dan tokoh pergerakan nasional seperti Ki Hajar Dewantara, HOS Tjokroaminoto, dan KH Ahmad Dahlan tidak hanya cerdas, tetapi juga menjadi sosok teladan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keberanian, dan kepedulian.
Pendidikan yang membentuk karakter dan akhlak mulia bukanlah pendidikan yang hanya mengajar, melainkan yang mendidik. Dan inti dari mendidik adalah keteladanan. Dalam bahasa Ki Hajar Dewantara: ing ngarsa sung tuladha, di depan memberi teladan. Keteladanan adalah ruh pendidikan. Anak-anak belajar bukan hanya dari apa yang diajarkan, tetapi dari apa yang mereka lihat dan rasakan setiap hari.
Dalam konteks ini, peran guru, orang tua, dan pemimpin pendidikan sangatlah krusial. Seorang guru yang berkata jujur, bersikap adil, disiplin, dan santun akan jauh lebih berpengaruh daripada seribu nasihat moral yang kosong dari praktik. Demikian pula orang tua yang mampu menjadi contoh dalam kehidupan sehari-hari akan membentuk anak-anak yang kuat secara batin, tidak mudah goyah oleh arus zaman.
Keteladanan akhlak juga menjadi benteng moral di era digital yang sarat tantangan. Ketika media sosial menjadi panggung ekspresi bebas, ketika konten negatif menyebar dengan mudah, maka anak-anak membutuhkan figur nyata yang bisa mereka ikuti. Bukan tokoh viral sesaat, tetapi pribadi yang konsisten dalam kebaikan.
Maka, peringatan Hari Kebangkitan Nasional 2025 ini menjadi seruan moral untuk mengembalikan pendidikan kepada fitrahnya: membentuk manusia seutuhnya, lahir dan batin, ilmu dan adab. Keteladanan akhlak harus menjadi arus utama dalam dunia pendidikan, bukan pelengkap atau slogan belaka. Dari ruang kelas hingga ruang keluarga, dari kebijakan hingga tindakan nyata.
Bangsa yang besar lahir dari generasi yang berilmu dan berakhlak. Inilah esensi kebangkitan yang sejati. Dan pendidikan yang mengedepankan keteladanan adalah jalan menuju ke sana.
Penulis: Ibnu Ad Karim (Guru MTs Miftahul Ulum Buwek)